Di halaman rumah yang ditumbuhi pohon mangga, Eni Kusumawati
melatih lima bocah membuat aneka souvenir dari daun pisang kering. Ada vas bunga,
tempat pensil, wadah kosmetik dan bak sampah yang seluruhnya terbuat dari
barang bekas. Eni melatih para bocah dari kampungnya itu untuk mengisi liburan
sekolah. “Daripada mereka habiskan waktunya untuk nonton televisi,” kata Eni
Rabu 31 Desember 2014.
Saat
liburan usai, sekitar 30 bocah di kampungnya juga menghabiskan malamnya untuk belajar
di rumah Eni. Mereka mulai belajar membaca untuk usia TK hingga belajar
pelajaran sekolah bagi yang SD dan SMP. Dia juga telah membuka cabang dengan
siswa hingga 120 orang.
Bimbingan belajar itu gratis bagi anak yang tak mampu.
Sejak
2010, Eni mendirikan perpustakaan dan pusat belajar anak-anak di rumah
sederhananya dari kayu, di Jalan Belitung Gang III No 21, Kelurahan Lateng,
Banyuwangi, Jawa Timur. Pusat belajar itu ia namai Rumah Cerdas. Sejak menjadi
tenaga kerja wanita di Hongkong pada 2001, Eni telah bercita-cita punya pusat
belajar bagi anak-anak di kampungnya. “Agar mereka tidak hidup susah seperti saya,”
kata dia.
Rumah
Cerdas adalah salah satu mimpi yang dibawa Eni sepulang dari Hongkong. Oleh-oleh
lainnya adalah buku motivasi berjudul “Anda Luar Biasa!!!” yang diterbitkan Fivestar Publishing tak lama
setelah ia menghirup napas di tanah kelahirannya pada 2007. Buku itu dinobatkan
sebagai buku motivasi pertama yang ditulis oleh seorang pembantu rumah tangga
asal Indonesia di Hongkong. “Sebagian dari royalti buku itulah saya pakai bikin
Rumah Cerdas,” kata istri Hisam ini.
Bungsu dari tiga bersaudara ini lahir dari orang tua penjual
kerupuk. Kemiskinan yang membelit,
membuat Eni sering menunggak uang sekolah.
Meskipun akhirnya ia mampu menyelesaikan hingga ke bangku SMA. Selepas sekolah, Eni bekerja sebagai petugas
administrasi di sebuah usaha dagang ikan
di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi. Enam tahun bekerja, perusahaannya gulung
tikar.
Eni akhirnya nekad menjadi TKW setelah melihat iklan di
koran. Perempuan kelahiran 27 Agustus 1977 itu, terpaksa bekerja sebagai
pembantu rumah tangga di negara lain karena orang tuanya terbelit hutang. “Orang
tua saya itu suka hutang untuk beli isi rumah dan dagang,” kata ibu dari
Natasya Ensa Motivani, 7 tahun ini.
Tanpa bekal pengetahuan dan bahasa, Eni mendaftar TKW secara
ilegal. Namun dia hanya tertarik bekerja di Hongkong karena dianggapnya lebih
aman ketimbang Malasyia atau Saudi Arabia. Selama tiga bulan dia berada di
penampungan di Riau, Eni kenyang dengan buruknya fasilitas PJTKI. Mulai makan
nasi basi dan tidur dengan alas seadanya.
Eni baru lepas dari penampungan begitu ada majikan yang
memilihnya. Eni tinggal bersama keluarga Chan Kwok Hung dan bertugas sebagai baby sister hingga
mengurus rumah tangga. Tiga tahun pertama, Eni bekerja tanpa libur. Dia
baru mendapatkan libur setelah balita yang dirawatnya berusia 3 tahun.
Perempuan berjilbab itu memanfaatkan hari libur untuk
menekuni hobinya sejak anak-anak yakni membaca. Dia selalu nongkrong di
perpustakaan kota setiap jatah libur yang hanya 2 kali dalam sebulan itu tiba.
Karena seluruh buku perpustakaan tersebut berbahasa Inggris, Eni pun terpaksa melahap
buku cerita bergambar untuk anak-anak. “Sambil belajar bahasa Inggris,” katanya
terbahak. Gajinya yang Rp 3 juta saat itu, dia sisihkan untuk membeli buku-buku
berbahasa Indonesia di salah satu toko buku. “Saya suka baca buku motivasi
dan La Tahzan.”
Eni mulai suka menulis ketika pada 2005 bergabung ke Cafe de
Kossta, milis untuk para TKI Hongkong yang hobi menulis. Di milis itu, Eni
rutin memposting cerpen dan puisi dengan nama pena Eni Kusuma. Tapi dia tak
pernah berkecil hati karena karyanya selalu sepi dari tanggapan. Suatu hari,
dia mengikuti workshop kepenulisan di Hongkong yang menghadirkan Bonari
Nabonenar, seorang sastarawan Jawa modern, sebagai pembicara.
Dari Bonari, Eni
mendapatkan hadiah dua buku yang masih disimpannya hingga sekarang, yakni buku
tentang jurnalistik dan buku Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller karya Edy
Zaques. “Buku Edy Zaques membuat saya makin semangat menulis,” kata peraih
penghargaan She Can Award pada 2009 dari Tupperware ini.
Dari perkenalannya dengan penulis lain di Hongkong, Eni
akhirnya bergabung ke situs pembelajar.com yang diasuh trainer motivasi,
Andrias Harefa. Dari situs ini, Eni banyak melahap tulisan motivasi dan
akhirnya tergerak menulis tentang motivasi hidup dari kacamata seorang pembantu
rumah tangga. Postingan Eni akhirnya mendapat banyak apresiasi dari
penulis-penulis Indonesia seperti Lan Fang (almarhum) dan Edy Zaques.
Pada 2006, puisinya berjudul Ajari Aku Kaya Om terpilih
bersama karya 100 penyair lain dalam buku Jogya 5,9 Skala Richter. Selanjutnya,
cerpen dan puisi-puisi Eni sering termuat di Majalah Peduli asuhan Bonari
Nabonenar yang terbit di Hongkong. Suatu hari, Eni mendapatkan email dari Edy
Zaques, penulis bestseller Indonesia yang telah melahirkan sedikitnya 25 buku.
“Dia meminta saya lebih banyak menulis untuk diterbitkan buku,” kata anak
ketiga dari pasangan Muhammad Yasin dan Asfiah ini.
Eni menulis sekitar 40 artikel motivasi. Sebanyak 26 tulisan diterbitkan sebagai buku
pertamanya yang tercetak 3 ribu eksemplar. Di penghujung 2007, Eni memilih
pulang ke Indonesia. Dia lalu menikah dengan tetangganya, Hisyam. Eni semakin
mantap ‘berevolusi’ dari seorang pembantu rumah tangga menjadi penulis dan
motivator. Cerpen dan tulisan motivasinya juga sering dimuat di Intisasi. Eni
juga telah mengisi banyak acara yang pesertanya dari berbagai kalangan, mulai mahasiswa,
guru, santri, pengusaha, hingga dosen.
Dari sekian banyak pengalamannya berbicara di depan umum,
Eni paling grogi saat diundang oleh Universitas Gajah Mada. Saat itu,
pesertanya adalah dosen yang gelarnya melampaui pendidikannya yang hanya SMA.
“Tapi saya berusaha pede, karena saya sudah punya buku,” katanya mengenang.
Menjadi motivator memang tak disangka oleh Eni. Sebab
ketika kecil, dia termasuk anak yang gagap berbicara. Gagapnya
sedikit demi sedikit hilang ketika Eni menginjak bangku SMP.
Buku kedua Eni “Mitra Kerja Tanpa Pamrih” yang ditulisnya
bersama Melly Kiong, penulis buku-buku parenting, terbit pada 2014 lalu. Eni
pun saat ini sedang menyusun buku ketiganya tentang hubungan ibu dan anak,
pendidikan anak serta motivasi hidup.
Motivasi yang banyak ditekankan Eni yakni apapun profesi
yang dijalankan harus tetap bermanfaat bagi orang lain. Tak terkecuali seorang
pembantu rumah tangga atau babu seperti dirinya. Selain harus memberikan pelayanan terbaik
bagi majikan, seorang babu bisa bermanfaat bagi orang lain dengan menulis.
“Bermanfaat bisa lewat pintu mana saja, termasuk tulisan,” Eni menuturkan.
Bagi Eni yang hanya lulusan SMA, menulis adalah perkara
gampang-gampang susah. Selama ini dia tak pernah tahu bagaimana teori menulis
yang baik. Menurutnya, syarat mudah menulis adalah dengan sering berlatih
menulis dan banyak membaca. “Begitu ada ide, langsung saya tulis, pokoknya
logis,” katanya.
Eni memang tak pernah minder sebagai seorang babu. Bahkan
dia justru bangga. Dalam tulisannya berjudul Revolusi Babu di buku Anda Luar
Biasa!!!, Eni menulis, bahwa para babu sebagai abdi dalem yang mengabdi dengan kesabaran seharusnya dicontoh oleh
para pemimpin bangsa ini. Seandainya, kata dia, pemimpin, cendekiawan, dan
ulama mempunya etos kerja mengabdi maka Indonesia pasti bisa makmur.
***
No comments:
Post a Comment